Senin, 24 November 2014

Kenangan sebuah boneka


Sebagai remaja, wajar kalau aku ingin mendengarkan pacarku menyatakan perasaannya kepadaku. Sama seperti kebanyakan remaja, aku ingin sekali mendengar kalimat ‘I love you’ atau ‘aku cinta kamu’. Itulah yang aku rindukan ketika menjalin cinta dengan Donny.

Aku dan Donny besar bersama. Kami teman sejak kecil, dan aku selalu berpikir jika dia sahabatku hingga sekitar tahun lalu. Dalam perjalanan pulang dari sebuah taman, aku merasa aku sesungguhnya jatuh cinta kepada sahabatku sendiri.
          Sebelum sampai rumah, aku melangkah lebih jauh dalam hubungan ini. Dengan berani, aku yang perempuan menyatakan perasaan ku lebih dulu kepadanya. Tak lama, kami pun jadi pasangan kekasih, tetapi kami saling mencintai dengan cara yang berbeda. Bagiku, hanya dia l ah satu satunya laki laki dalam hidupku. Tetapi entahlah aku baginya. Donny selalu di kagumi banyak perempuan, jadi aku merasa mungkin aku bukan satu satunya wanita bagi dia.
          Suatu hari rasa penasaran itu semakin mengganggu. Ketika itu aku ingin mengajaknya nonton, tetapi dia menolak dengan datar. Dia bilang akan pergi menemui seoarang teman. Ah selalu saja dia seperti itu. Dia lebih sering bertemu atau ngobrol dengan banyak perempuan, bahkan di depanku, seolah olah itu bukan masalah bagiku.

     Sementara aku belum satu kali pun mendengar dia mengucapkan ‘I love you’ kepadaku. Lama aku tunggu, kalimat itu tak pernah terucap darinya. Sampai 100 hari setelah jadian, kemudian 200 hari. Bahkan saat Anniversary yang ke1 tahun pun tak ada perayaan. Hanya satu hal istimea yang dia lakukan untukku. Setiap kita bertemu lalu berpisah dia selalu memberiku boneka. Setiap hari.

              Entahlah, hingga suatu hari...

Aku setengah memaksanya untuk mengucapkan kalimat itu. Kutarik dia, lalu kukatakan ‘I love you’.”
“Jangan tarik aku. Cukup katakan saja. Kamu... mmm, sudah, bawa boneka ini dan pulang,” itu responsnya dengan datar.

     Dia tidak memperdulikan tiga kata yang sungguh sulit diucapkan untuk lelaki itu. Hanya mengangsukan bonekanya ke tanganku, lalu menghilang dengan langkah setengah berlari.

Boneka boneka yang aku terima darinya lama kelamaan memenuhi kamarku. Banyak sekali. Hingga, suatu hari di ulang tahunku yang ke-15 tahun aku membayangkan akan merayakannya bersamanya. Aku sedang bermalas malasan di kama, menunggu telepon darinya.

       Tapi pagi berlalu, siang selesai, sore dan akhirnya malam tidak ada telepon darinya. Aku lelah, hingga tertidur karena bosan menunggu. Pukul 2 pagi aku tibatiba terbangun karena telpon darinya, dan dia meminta aku keluar rumah sebentar. Alangkah senangnya hatiku.

            Dia memberiku sebuah boneka lagi.
           “Nih,” katanya. Kemarin lupa tidak aku berikan, sekarang aku berikan. Aku pulang dulu ya...”
           “Hai tunggu dulu. Ingat sekarang hari apa?”
Donny kaget. Aku pun sedih karena dia lupa kalau sekarang ulang tahunku. Padahal kupikir dia pasti ingat hari istimewaku. Dia berbalik pergi dan aku berseru kepadanya.

             “Tunggu!”
             “Kamu mau bilang sesuatu?” tanyanya
             “Katakan. Katakan kamu cinta kepadaku!”
             “Apa?”
             “Katakan!”

Aku mengikutinya dari belakang, menggelayut manja padanya. Dia hanya membalas dengan dingin.

       “Aku tidak mau mengatakan aku cinta kepada seseorang dengan mudahnya. Jika kamu benar benar ingin mendengarkannya segea, carilah orang lain,” katanya, lalu berlari meninggalkanku.

Aku merasa dunia disekelilingku runtuh. Kakiku lemas. Kenapa sih dia tidak mau mengatakannya? Apakah dia tidak begitu mencintaiku?
Aku mulai menangis. Aku pulang, istirahat dan keesokkan harinya sekolah. Tetapi hatiku serasa teriris saat melihat dia bersama perempuan lain dan tersenyum dengan indah. Tak pernah aku melihat dia tersenyum seperti itu disaat denganku.

      Ketika pulang, kutatap semua boneka yang ada di kamarku. Marah, kubuat mereka berantakan. Jangan jangan boneka boneka ini dipilihkan oleh gadis lain?
Tibatiba telepon bordering dan ternyata itu Donny. Dia meminta aku menemuinya di dekat sebuat halte bus. Aku pun menemuina, tapi kuingat ingat bahwa ini yang terakhir. Aku harus mengakhiri hubungan ini.

     Dari jauh kulihat dia berdiri dengan sebuah boneka besar. “Kukira kamu marah. Beneran kamu datang...” katanya sambil menyerahkan boneka itu.
Tetapi aku tidak bisa menahan diriku untuk tidak menunjukkan kemarahan. Kebencian telah ada dihatiku.

                “Aku tidak butuh boneka itu!”
                Donny terkaget
                “Kenapa?”
              Aku menjawabnya dengan merampas boneka itu lalu membuangnya ke jalan.
              “Aku tidak butuh boneka ini. Aku tidak mau bertemu orang kayak kamu lagi!”

Kadang aku marah kepadanya. Tapi kali itu dia tampak terpukul. Sinar matanya begitu sedih dan kecewa. Dengan lirih dia minta maaf, lalu melangkah ke jalan untuk mengambil kembali boneka itu.
Aku melarangnya. Tapi dia tetap melangkah, hingga... bunyi klakson kendaraan besar terdengar kencang. Sebuah truk besar mengarah kepadanya.
Aku menjerit meminta Donny kembali, tetapi dia seperti tak mendengar, lalu semua terjadilah. Itulah hari terakhir aku melihat Donny.

     Setiap hari setelahnya aku diliputi rasa menyesal dan sedih luar biasa karena kehilangannya. Hampir dua bulan aku seperti orang gila, dan aku mulai menghitung jumlah hariku bersamanya dengan cara menghitung jumlah boneka yang diberikannya kepadaku.
    Semuanya ternyata berakhiir diangka 485. Aku mulai menangis lagi sambil memeluk sebuah boneka, demikian keras hingga boneka itu ternyata mengeluarkan suara ‘I love you’
    Aku kaget hingga boneka itu terjatuh. ‘I love you?’
Ku ambil boneka yang lain, dan ternyata semua mengatakan kalimat yang sama. Kenapa aku selama ini tak menyadarinya?
Ku ambil boneka terakhir pemberiannya yang sangat kusayangi karena ada bekas darah di bulunya. Kupeluk erat, dan ternyata keluarlah rekaman suaranya. Suara yang sangat kurindukan.
          “Tau nggak sekarang hari apa? Kita telah saling cinta selama 486 hari. Tau nggak, aku nggak bisa bilang I LOVE YOU karena aku terlalu malu. Jika kamu memaafkan aku dan menerima boneka ini, aku akan bilang I love you setiap hari hingga aku mati. I love you...”
    Air mataku mengalir deras. Dia tak sanggup mengucapkannya, tapi dia telah mencintaiku hingga akhir napasnya.

Note: “Semua kenangan yang tersimpan dari sebuah boneka cinta, mengartikan cinta tak harus terucap dengan lisan. Sebatas napas terhembus cinta itu menghembus secara halus tanpa sang penerima menyadarinya.”

http://www.wattpad.com/user/sherly2703