Sebagai remaja, wajar
kalau aku ingin mendengarkan pacarku menyatakan perasaannya kepadaku. Sama
seperti kebanyakan remaja, aku ingin sekali mendengar kalimat ‘I love you’ atau
‘aku cinta kamu’. Itulah yang aku rindukan ketika menjalin cinta dengan Donny.
Aku dan Donny besar
bersama. Kami teman sejak kecil, dan aku selalu berpikir jika dia sahabatku
hingga sekitar tahun lalu. Dalam perjalanan pulang dari sebuah taman, aku
merasa aku sesungguhnya jatuh cinta kepada sahabatku sendiri.
Sebelum sampai rumah, aku melangkah
lebih jauh dalam hubungan ini. Dengan berani, aku yang perempuan menyatakan
perasaan ku lebih dulu kepadanya. Tak lama, kami pun jadi pasangan kekasih,
tetapi kami saling mencintai dengan cara yang berbeda. Bagiku, hanya dia l ah
satu satunya laki laki dalam hidupku. Tetapi entahlah aku baginya. Donny selalu
di kagumi banyak perempuan, jadi aku merasa mungkin aku bukan satu satunya
wanita bagi dia.
Suatu hari rasa penasaran itu semakin
mengganggu. Ketika itu aku ingin mengajaknya nonton, tetapi dia menolak dengan
datar. Dia bilang akan pergi menemui seoarang teman. Ah selalu saja dia seperti
itu. Dia lebih sering bertemu atau ngobrol dengan banyak perempuan, bahkan di
depanku, seolah olah itu bukan masalah bagiku.
Sementara aku belum satu kali pun
mendengar dia mengucapkan ‘I love you’ kepadaku. Lama aku tunggu, kalimat itu
tak pernah terucap darinya. Sampai 100 hari setelah jadian, kemudian 200 hari.
Bahkan saat Anniversary yang ke1 tahun pun tak ada perayaan. Hanya satu hal
istimea yang dia lakukan untukku. Setiap kita bertemu lalu berpisah dia selalu
memberiku boneka. Setiap hari.
Entahlah, hingga suatu hari...
Aku setengah memaksanya
untuk mengucapkan kalimat itu. Kutarik dia, lalu kukatakan ‘I love you’.”
“Jangan tarik aku.
Cukup katakan saja. Kamu... mmm, sudah, bawa boneka ini dan pulang,” itu
responsnya dengan datar.
Dia tidak memperdulikan tiga kata yang
sungguh sulit diucapkan untuk lelaki itu. Hanya mengangsukan bonekanya ke
tanganku, lalu menghilang dengan langkah setengah berlari.
Boneka boneka yang aku
terima darinya lama kelamaan memenuhi kamarku. Banyak sekali. Hingga, suatu
hari di ulang tahunku yang ke-15 tahun aku membayangkan akan merayakannya
bersamanya. Aku sedang bermalas malasan di kama, menunggu telepon darinya.
Tapi pagi berlalu, siang selesai, sore
dan akhirnya malam tidak ada telepon darinya. Aku lelah, hingga tertidur karena
bosan menunggu. Pukul 2 pagi aku tibatiba terbangun karena telpon darinya, dan
dia meminta aku keluar rumah sebentar. Alangkah senangnya hatiku.
Dia memberiku sebuah boneka lagi.
“Nih,” katanya. Kemarin lupa tidak
aku berikan, sekarang aku berikan. Aku pulang dulu ya...”
“Hai tunggu dulu. Ingat sekarang
hari apa?”
Donny kaget. Aku pun
sedih karena dia lupa kalau sekarang ulang tahunku. Padahal kupikir dia pasti
ingat hari istimewaku. Dia berbalik pergi dan aku berseru kepadanya.
“Tunggu!”
“Kamu mau bilang sesuatu?”
tanyanya
“Katakan. Katakan kamu cinta
kepadaku!”
“Apa?”
“Katakan!”
Aku mengikutinya dari
belakang, menggelayut manja padanya. Dia hanya membalas dengan dingin.
“Aku tidak mau mengatakan aku cinta
kepada seseorang dengan mudahnya. Jika kamu benar benar ingin mendengarkannya
segea, carilah orang lain,” katanya, lalu berlari meninggalkanku.
Aku merasa dunia
disekelilingku runtuh. Kakiku lemas. Kenapa sih dia tidak mau mengatakannya?
Apakah dia tidak begitu mencintaiku?
Aku mulai menangis. Aku
pulang, istirahat dan keesokkan harinya sekolah. Tetapi hatiku serasa teriris
saat melihat dia bersama perempuan lain dan tersenyum dengan indah. Tak pernah
aku melihat dia tersenyum seperti itu disaat denganku.
Ketika pulang, kutatap semua boneka yang
ada di kamarku. Marah, kubuat mereka berantakan. Jangan jangan boneka boneka
ini dipilihkan oleh gadis lain?
Tibatiba telepon
bordering dan ternyata itu Donny. Dia meminta aku menemuinya di dekat sebuat
halte bus. Aku pun menemuina, tapi kuingat ingat bahwa ini yang terakhir. Aku
harus mengakhiri hubungan ini.
Dari jauh kulihat dia berdiri dengan
sebuah boneka besar. “Kukira kamu marah. Beneran kamu datang...” katanya sambil
menyerahkan boneka itu.
Tetapi aku tidak bisa
menahan diriku untuk tidak menunjukkan kemarahan. Kebencian telah ada dihatiku.
“Aku tidak butuh boneka itu!”
Donny terkaget
“Kenapa?”
Aku menjawabnya dengan merampas
boneka itu lalu membuangnya ke jalan.
“Aku tidak butuh boneka ini. Aku
tidak mau bertemu orang kayak kamu lagi!”
Kadang aku marah
kepadanya. Tapi kali itu dia tampak terpukul. Sinar matanya begitu sedih dan
kecewa. Dengan lirih dia minta maaf, lalu melangkah ke jalan untuk mengambil
kembali boneka itu.
Aku melarangnya. Tapi
dia tetap melangkah, hingga... bunyi klakson kendaraan besar terdengar kencang.
Sebuah truk besar mengarah kepadanya.
Aku menjerit meminta
Donny kembali, tetapi dia seperti tak mendengar, lalu semua terjadilah. Itulah
hari terakhir aku melihat Donny.
Setiap hari setelahnya aku diliputi rasa
menyesal dan sedih luar biasa karena kehilangannya. Hampir dua bulan aku
seperti orang gila, dan aku mulai menghitung jumlah hariku bersamanya dengan
cara menghitung jumlah boneka yang diberikannya kepadaku.
Semuanya ternyata berakhiir diangka 485.
Aku mulai menangis lagi sambil memeluk sebuah boneka, demikian keras hingga
boneka itu ternyata mengeluarkan suara ‘I love you’
Aku kaget hingga boneka itu terjatuh. ‘I
love you?’
Ku ambil boneka yang
lain, dan ternyata semua mengatakan kalimat yang sama. Kenapa aku selama ini
tak menyadarinya?
Ku ambil boneka
terakhir pemberiannya yang sangat kusayangi karena ada bekas darah di bulunya.
Kupeluk erat, dan ternyata keluarlah rekaman suaranya. Suara yang sangat
kurindukan.
“Tau nggak sekarang hari apa? Kita
telah saling cinta selama 486 hari. Tau nggak, aku nggak bisa bilang I LOVE YOU
karena aku terlalu malu. Jika kamu memaafkan aku dan menerima boneka ini, aku akan
bilang I love you setiap hari hingga aku mati. I love you...”
Air mataku mengalir deras. Dia tak sanggup
mengucapkannya, tapi dia telah mencintaiku hingga akhir napasnya.
Note: “Semua kenangan
yang tersimpan dari sebuah boneka cinta, mengartikan cinta tak harus terucap
dengan lisan. Sebatas napas terhembus cinta itu menghembus secara halus tanpa
sang penerima menyadarinya.”
http://www.wattpad.com/user/sherly2703
Tidak ada komentar:
Posting Komentar