Selasa, 19 Januari 2016

The Dreamers

8 Februari 2009

Seperti biasa, pagi ini aku bangun pagi sekali, mempersiapkan diri mandi dan pergi ke masjid untuk melakukan sholat Subuh berjamaah. Selesai sholat, aku luangkan waktu untuk membantu mama mempersiapkan peralatan dagangnya. Selesai membantu mama, aku bergegas pergi ke tempat yang seperti kami janjikan kemarin.

Sampai di tempat favorit kami, aku melihat Egi tengah duduk sendiri di bawah pohon sambil melamun. Sambil berjalan perlahan, aku pun menghampiri Egi,
           "Bro, yang lain mana?" tanyaku sambil menepuk pundak Egi.
           "Weeeyyy!" Egi terkejut sambil melihat ke arahku dan melanjutkan pembicaraannya.
           "Wah,parah lo! Kaget, nih. Nggak tau nih, masih pada tidur kali," jawab Egi sekenanya.

Tak lama kemudian, Tedy dan Fadil datang menyapa kami yang tengah duduk saat itu.
           "Pagi Mas Bro semua. Kita jadi ke kawah kan?" sambut Tedy dan Fadil bersamaan.
           "Jadi, dong!" jawabku.
           "Yaudah, langsung cabut aja," sahut Egi.

Kemudian, kami pun berjalan perlahan meninggalkan tempat favorit biasa kami berkumpul. Canda gurau kami pun memecah keheningan pagi itu.
Tidak terasa, sudah hampir dua jam kami berjalan. Tubuh ini rasanya penuh dengan peluh. Lengkap dengan letih dan dahaga yang memenuhi tiap rongga di kerongkongan kami. Akhirnya, kami pun memutuskan beristirahat di sebuah halte bus dan membeli air mineral.
           "Kita mau kemana sih? Jauh banget," tanya Fadil.
           "Kan mau ke kawah, Dil," jawab Egi.
           "Iya, Dil," sahut Tedy.

Saat kami tengah asyik bercengkerama ringan, tiba-tiba saja kami melihat sebuah mobil Jeep yang nampaknya mogok. Di sampingnya berdiri seorang gadis berambut panjang dengan rona merah di pipinya lantaran terkena panas.
          "Eh, kalian bisa tolongin aku, nggak?" tanya gadis itu ketika kami akan melintasi mobilnya.
          "Bantu apa, ya?" jawabku.
          "Mobil aku mogok."
          "Gi, Egiii," kata Tedy sambil narik baju Egi.
          "Gi, elu kan lulusan SMK. Pasti ngerti dong tentang mesin?" tanya Tedy.
          "Dikit, Bro."
          "Ya udah, coba lu liat mesin mobilnya! Cek! Kali aja ada yang bermasalah."

Kemudian, Egi mulai melihat mesin mobil itu. Tampang Egi kali ini sedikit serius. Terlihat beberapa kali ia mengerutkan keningnya.

Tiga puluh menit berlalu.

          "Coba distater deh, Mba!" kata Egi.
          "Oh oke," jawab gadis itu.
      Brrmmmmm... Brrmmmmm. Suara deru mobil Jeep gadis itu terdengar ditelingaku.
          "Wah, hidup. Makasih, ya."
          "Sama-sama," jawab Egi.
          "Eh, kalian mau kemana?" tanya gadis itu.
          "Kita mau ke kawah." jawab Fadil.
          "Oh, mau ke kawah, ya. Sama, dong. Mending kalian ikut aku aja biar cepet!" kata gadis itu menawarkan tumpangan.
          "Wah, dapet tumpangan gratis, nih." jawab Egi sambil tertawa.
          "Iya. Ayo buruan naik!"
Kami pun bergegas naik mobil gadis tersebut. Tedy duduk di samping si gadis, sementara aku, Fadil, dan Egi duduk di belakang.

Mobil pun mulai melaju. Di dalam mobil, kami berkenalan. Ternyata, gadis tersebut bernama Resty. Ia gadis yang cerdas, terlihat dari cara ia menjawab pertanyaan-pertanyaan kami. Terlihat dari cara berpakaiannya, Resty berasal dari keluarga berada. Namun, ia tidak ingin menonjolkan dirinya. Pembawaannya sangat sederhana.
Cukup lama kami saling bertukar pengalaman dan tertawa mendengar lawakan Egi. Tak terasa, kami pun sampai di lokasi Kawah Putih.
Resty mulai memarkirkan mobilnya tepat di bawah pohon rimbun. Baru kali ini aku melihat pemandangan seindah ini. Semua terlihat begitu memesona. Apalagi didukung dengan suasana senja saat itu. Ahhh, aku pun susah menggambarkan keindahan ini.
Tak lama, Tedy mengajak aku, Egi, dan Fadil untuk berjalan mengikutinya. Tampaknya, Tedy sudah mengerti sekali seluk-beluk Kawah Putih. Seolah-olah ia tiap hari berada di sini.

Tiba-tiba...

         "Heeeeyy kalian mau kemana?" tanya Resty yang tengah bersandar di depan mobilnya.
         "Kita mau kesana!" jawab Tedy sambil menunjuk sebuah batu besar yang berada di depan kami.
         "Aku ikut, dong! Boleh nggak?"
         "Boleh, dong. Ayo!" jawab Tedy.
Akhirnya kami berlima berjalan menghampiri batu yang lumayan besar. Kira-kira tingginya 1,5 meter dan lebar 1 meter.
Setelah tepat berada di depan batu besar, Aku, Fadil, Egi, dan Resty bingung. Sebenarnya, apa yang ingin dilakukan Tedy.
         "Kita mau ngapain disini?" tanya Fadil.
         "Tenang dulu, Dil!" jawab Tedy.
Lalu, Tedy menyuruh aku, Fadil, dan Egi untuk melingkari batu besar itu, kecuali Resty. Dia hanya diam dan melihat apa yang sedang kami lakukan. Setelah itu, memerintahkan kami untuk memikirkan suatu mimpi yang ingin sekali kita capai.
          "Sekarang, elo semua mesti pejamin mata. Pikirin mimpi-mimpi kalian selama ini. Bagaimanapun caranya, kita pasti bisa menggapai mimpi mimpi kita. Sekarang, tanamkan dalam dalam mimpi itu pada diri kita. Lalu, buka mata kalian dan silahkan ambil batu kecil yang sedikit runcing. Goreskan pada batu besar ini tentang mimpi kalian," jelas Tedy.
Saat kami mulai menggoreskan tulisan di batu besar, tiba-tiba Tedy berkata, "STOP!"
          "Kenapa lagi, Ted?" tanyaku.
          "Kita janji dulu, deh. Kita nggak boleh saling lihat mimpi yang kita tulis di batu ini. Jadi, lo Dil, nggak boleh liat mimpinya Egi. Begitupun sebaliknya. Pokoknya, rahasiakan mimpi kalian. Oke, silahkan tulis mimpi kalian! Gores di batu besar ini sampai terlihat goresannya, ya!" kata Tedy.
          "Siaap, Bos. Laksanakan," jawab kita bertiga serentak.

Kami pun mulai menggoreskan mimpi kami di permukaan batu besar itu. Suasana menjadi hening. Sesekali terdengar suara daun kering yang tergesek terkena angin di bebatuan.
          "Udah selesai?" tanya Tedy.
          "Udah," jawab kita bertiga.
          "Ya udah kalo gitu. Kita tinggalkan tempat ini, ya! Nggak boleh ada yang liat mimpi orang lain. Sportif, ya," kata Tedy.
          "Iyaaa," jawab kita bertiga kembali.
Lalu, kita meninggalkan batu besar tersebut dan menghampiri Resty.
          "Resty, makasih ya udah ngasih tumpangan kita sampai ke atas sini," kata Tedy.
          "Iya. Sama-sama. Seneng bisa ketemu kalian. Untunh ada kalian. Kalo nggak, aku bingung mesti ngapain, hehehe. Oh iya, habis ini, kalian mau kemana lagi?" tanya Resty.
          "Kita pulang aja, yuk! Udah jam lima, nih," jawab Fadil.
          "Yaudah, kita pulang," kata Tedy.
          "Eh, kalian aku anterin pulang, ya," kata Resty kembali menawarkan diri.
          "Gimana, Bro?" tanya Tedy sambil berbisik.
          "Yaudah, kalo emang nggak ngerepotin, kita semua mau dianterin pulang," jawab Tedy.
          "Yaudah, ayo naik semua!"

Kami pun bergegas pulang. Mobil Resty kembali melaju meninggalkan Kawah Putih. Lambat laun, keindahan Kawah Putih hilang dari penglihatanku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar